Tumor bibir bawah paling sering terjadi pada umur lebih dari 65
tahun. Usia median penderita kanker bibir adalah 60 tahun, tetapi angka insiden pada
penderita muda (<40 tahun) terus meningkat. Keganasan
yang terjadi pada bibir sangat dipengaruhi oleh pajanan sinar matahari. Sinar
matahari dan ultraviolet juga dapat menyebabkan kanker bibir .Sinar ultraviolet
menyebabkan perubahan nukleoprotein kromosom sel sehingga terjadi kanker.
Penyinaran mengenai atom molekul asam nukleat, menyebabkan terlepasnya elektron
sehingga terjadi perubahan fisik atom tersebut dan perubahan kimia dalam
molekul.
Faktor resiko lain yang dapat berpengaruh yaitu penggunaan tembakau.
Daun tanaman tembakau yang
telah dikeringkan dan difermentasikan dapat menimbulkan kepuasan sensoris bagi
mulut. Pemakaian tembakau dapat dengan dibakar untuk dihidap asapnya yaitu
merokok, atau tanpa dibakar yaitu dengan mengunyah dan mengulum. Tembakau
mengandung garam sulfat, nitrat klorida, fosfat dan malat dari potasium kalsium
dan ammonium, albumin, resin, gutanin, asam sitrat nikotianis, dan nikotin.
Asap pembakaran tembaku terdiri dari 90% gas yang mengandung tar dan nikotin
yang bersifat karsinogenik.
Iritasi tar menyerang sel epitel mukosa
sehingga aktifitas sel bertambah dan epitel menjadi lebih tebal, perubahan pada
mukosa mulut tampak sebagai bercak putih. Bercak putih disebabkan oleh karena
epitel mukosa yang tebal jenuh dengan saliva. Nikotin merupakan alkaloid yang
toksik yang memengaruhi ganglion sistem saraf otonom pada dosis kecil,
pemakaian pada dosis besar menyebabkan depresi. Nikotin dengan produk
pembusukannya piridin menghasilkan stain pada gigi.
Pemakaian tembakau dengan dibakar
mengandung komposisi kimia yang lebih kompleks sebab destruksi destilasi yang
terjadi pada saat tembakau dibakar menyebabkan zat yang terkandung dalam
tembakau akan terlepas. Unsur panas yang terjadi saat pembakaran tembakau
memengaruhi mukosa mulut. Pada perokok hoakli risiko terjadinya leukoplakia 7%,
cara merokok terbalik 4.9%, merokok bidi 3%. Pada pemakaian hoakli lebih tinggi
risikonya karena pipa tanah liat menyimpan panas sehingga panas yang dihasilkan
berlipat dan bibir yang berkontak langsung menjadi sangat panas. Perokok dengan
cara terbalik meskipun panas yang dihasilkan jauh lebih besar karena ujung
rokok yang dibakar langsung menghadap mukosa mulut namun iritasi yang terjadi
kecil sebab ujung rokok diletakkan pada daerah palatum yang mempunyai derajat
keratinisasi yang lebih tebal dibandingkan bibir.
Pemakaian tembakau dengan cara mengunyah
dapat memberikan efek yang lebih buruk pada mukosa mulut daripada perokok yaitu
sebesar 11.6% risiko terjadinya leukoplakia. Hal ini kemungkinan terjadi karena
pemakaian tembakau dengan cara dikunyah memerlukan waktu yang relatif lama
daripada merokok, jadi kontak antara mukosa mulut dengan tembakau juga relatif
lebih lama, menggeser tembakau yang dikunyah juga menyebabkan terjadi
penambahan iritasi pada mukosa akibat kekuatan yang digunakan pemakai pada saat
menggeser tembakau. Kemungkinan lain karena pemakai tembakau biasanya
menambahkan bubuk biji pinang yang diduga berefek sehingga dapat meningkatkan
perubahan karsinogenik sehingga dapat meningkatkan perubahan leukoplakia kearah
keganasan. Pengkonsumsi alkohol 9 kali lebih berisiko mengalami kanker rongga
mulut dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol. Bagi daerah Papua dengan kebiasaan
makan pinang dapat memperbesar resiko terkena keganasan pada bibir maupun keganasan
yang terjadi pada rongga mulut.
Gejala kanker bibir sangat mirip dengan jenis lain dari
kanker rongga mulut. Gejalanya dapat salah didiagnosa dengan batuk yang tidak
sembuh atau sakit gigi yang menetap. Gejala dan tanda kanker bibir antara lain
:
-
Sakit atau luka pada mulut yang
tidak sembuh
-
Nyeri mulut yang persisten
-
Pembengkakan atau pembesaran
pipi
-
Patch berwarna putih atau merah
pada gusi, lidah, tonsil atau garis mulut
-
Nyeri menelan atau merasakan
sesuatu di tenggorokan yang tidak hilang.
Pemeriksaan penunjang yang
dianjurkan yaitu :
a.
Pemeriksaan
imaging, seperti foto panoramik, oklusal, lateral, foto toraks untuk
kepentingan stadium agar dapat mengetahui ada tidaknya metastasis pada paru,
USG, CT Scan/MRI, PET Scan (Fluoro Deoxy Glucose PET).
b.
Pemeriksaan
endoskopi.
c.
Pemeriksaan
laboratorium.
d.
Pemeriksaan
patologi.
Pilihan terapi untuk kanker bibir
bawah adalah dengan operasi, kemoterapi dan radioterapi.
Kesembuhan dari kanker rongga mulut di United
States stabil pada level yang rendah untuk beberapa dekade. Di United
States, dengan total kasus 31.000 kanker rongga mulut, dan lebih dari 7.500
orang meninggal dunia akibat kanker rongga mulut. Rata-rata kesembuhan untuk
kanker rongga mulut di United States selama 5 tahun adalah 58.8%,
rata-rata ini tidak pernah berubah selama 50 tahun.
Prognosis juga bergantung pada modalitas
terapi yang digunakan. Untuk lesi kecil (T1 dan T2), tindakan pembedahan dan
radioterapi memberikan angka kesembuhan yang kurang lebih sama, kecuali pada
T2, radioterapi memberikan angka kekambuhan lokal yang lebih tinggi. Untuk T3
dan T4 kombinasi modalitas bedah, radioterapi dan kemoterapi memberikan hasil
yang cukup baik. Kanker rongga mulut terutama karsinoma sel skuamosa,
memberikan respon yang cukup baik terhadap pemberian kemoterapi.
Kanker
rongga mulut pada tahap awal sukar untuk dideteksi secara klinis, karena
seringkali tidak menimbulkan gejala pada pasien atau perubahan- perubahan yang
menyertainya mungkin tidak begitu jelas, hanya menghasilkan perubahan yang
sedikit dalam hal fungsi, warna, tekstur, kontinuitas atau konsistensi dari
jaringan yang dikenai. Akibatnya seringkali pasien datang dengan lesi kanker
yang sudah dalam keadaan tahap lanjut. Untuk itu diperlukan suatu tindakan untuk
mendeteksi lesi-lesi prakanker dan kanker rongga mulut pada tahap dini.
Lesi-lesi kanker pada tahap dini tidak dapat diidentifikasi secara adekuat
hanya dengan pemeriksaan visual saja. Pengetahuan mengenai gambaran klinis yang
baik belumlah dapat menegakkan diagnosa yang tepat dari lesi kanker pada tahap
awal, sebab belum ada indikator klinis yang pasti untuk menentukan jinak atau
ganasnya suatu lesi. Tetapi walaupun begitu, kita harus mengetahui gejala dan
gambaran klinis lesi kanker rongga mulut pada tahap awal, agar nantinya dapat
merencanakan tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.
Berikut ini merupakan tanda-tanda
yang harus diwaspadai terhadap kemungkinan adanya kanker mulut yang baru mulai
terjadi atau dalam tahap lanjut (Bolden, 1982):
1. Bercak
putih, bersisik, persisten.
2. Bintik
pigmen yang tiba- tiba ukurannya membesar.
3. Ulser
yang tidak sembuh-sembuh.
4. Gusi
bengkak dan berdarah yang tidak dihubungkan dengan obat-obatan.
5.
Asimetri wajah yang progresif.
6. Gigi
yang tanggal secara tiba-tiba, tanpa adanya riwayat trauma pada rahang.
7.
Parastesi, anestesi dan mati rasa di rongga mulut.
8. Trismus
dan sakit sewaktu menggerakkan rahang.
9. Adanya
gumpalan pada leher, wajah atau jaringan mulut.
10. Luka
pencabutan yang tidak sembuh-sembuh.
11.
Perubahan
Bila terdapat salah satu atau beberapa tanda-tanda
tersebut, harus segera dilakukan pemeriksaan lanjutan
untuk mendeteksi secara dini lesi kanker pada tahap awal, yang hasilnya dapat
mendukung gambaran klinis yang ada didalam rongga mulut. Biasanya dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan dan ketepatan diagnosis
histopatologis tergantung pada kerjasama antara klinikus dan ahli patologi,
terutama dalam hal ketepatan mengumpulkan dan memproses bahan pemeriksaan serta
mengidentifikasikan gel-gel.
No comments:
Post a Comment