Saturday 27 April 2019

TUMOR BIBIR BAWAH




Tumor bibir bawah paling sering terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Usia median penderita kanker bibir  adalah 60 tahun, tetapi angka insiden pada penderita muda (<40 tahun) terus meningkat. Keganasan yang terjadi pada bibir sangat dipengaruhi oleh pajanan sinar matahari. Sinar matahari dan ultraviolet juga dapat menyebabkan kanker bibir .Sinar ultraviolet menyebabkan perubahan nukleoprotein kromosom sel sehingga terjadi kanker. Penyinaran mengenai atom molekul asam nukleat, menyebabkan terlepasnya elektron sehingga terjadi perubahan fisik atom tersebut dan perubahan kimia dalam molekul.

Faktor resiko lain yang dapat berpengaruh yaitu penggunaan tembakau. Daun tanaman tembakau yang telah dikeringkan dan difermentasikan dapat menimbulkan kepuasan sensoris bagi mulut. Pemakaian tembakau dapat dengan dibakar untuk dihidap asapnya yaitu merokok, atau tanpa dibakar yaitu dengan mengunyah dan mengulum. Tembakau mengandung garam sulfat, nitrat klorida, fosfat dan malat dari potasium kalsium dan ammonium, albumin, resin, gutanin, asam sitrat nikotianis, dan nikotin. Asap pembakaran tembaku terdiri dari 90% gas yang mengandung tar dan nikotin yang bersifat karsinogenik.

Iritasi tar menyerang sel epitel mukosa sehingga aktifitas sel bertambah dan epitel menjadi lebih tebal, perubahan pada mukosa mulut tampak sebagai bercak putih. Bercak putih disebabkan oleh karena epitel mukosa yang tebal jenuh dengan saliva. Nikotin merupakan alkaloid yang toksik yang memengaruhi ganglion sistem saraf otonom pada dosis kecil, pemakaian pada dosis besar menyebabkan depresi. Nikotin dengan produk pembusukannya piridin menghasilkan stain pada gigi.

Pemakaian tembakau dengan dibakar mengandung komposisi kimia yang lebih kompleks sebab destruksi destilasi yang terjadi pada saat tembakau dibakar menyebabkan zat yang terkandung dalam tembakau akan terlepas. Unsur panas yang terjadi saat pembakaran tembakau memengaruhi mukosa mulut. Pada perokok hoakli risiko terjadinya leukoplakia 7%, cara merokok terbalik 4.9%, merokok bidi 3%. Pada pemakaian hoakli lebih tinggi risikonya karena pipa tanah liat menyimpan panas sehingga panas yang dihasilkan berlipat dan bibir yang berkontak langsung menjadi sangat panas. Perokok dengan cara terbalik meskipun panas yang dihasilkan jauh lebih besar karena ujung rokok yang dibakar langsung menghadap mukosa mulut namun iritasi yang terjadi kecil sebab ujung rokok diletakkan pada daerah palatum yang mempunyai derajat keratinisasi yang lebih tebal dibandingkan bibir.

Pemakaian tembakau dengan cara mengunyah dapat memberikan efek yang lebih buruk pada mukosa mulut daripada perokok yaitu sebesar 11.6% risiko terjadinya leukoplakia. Hal ini kemungkinan terjadi karena pemakaian tembakau dengan cara dikunyah memerlukan waktu yang relatif lama daripada merokok, jadi kontak antara mukosa mulut dengan tembakau juga relatif lebih lama, menggeser tembakau yang dikunyah juga menyebabkan terjadi penambahan iritasi pada mukosa akibat kekuatan yang digunakan pemakai pada saat menggeser tembakau. Kemungkinan lain karena pemakai tembakau biasanya menambahkan bubuk biji pinang yang diduga berefek sehingga dapat meningkatkan perubahan karsinogenik sehingga dapat meningkatkan perubahan leukoplakia kearah keganasan. Pengkonsumsi alkohol 9 kali lebih berisiko mengalami kanker rongga mulut dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol. Bagi daerah Papua dengan kebiasaan makan pinang dapat memperbesar resiko terkena keganasan pada bibir maupun keganasan yang terjadi pada rongga mulut.

Gejala kanker bibir sangat mirip dengan jenis lain dari kanker rongga mulut. Gejalanya dapat salah didiagnosa dengan batuk yang tidak sembuh atau sakit gigi yang menetap. Gejala dan tanda kanker bibir antara lain :
-            Sakit atau luka pada mulut yang tidak sembuh
-            Nyeri mulut yang persisten
-            Pembengkakan atau pembesaran pipi
-            Patch berwarna putih atau merah pada gusi, lidah, tonsil atau garis mulut
-            Nyeri menelan atau merasakan sesuatu di tenggorokan yang tidak hilang.

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan yaitu :
a.         Pemeriksaan imaging, seperti foto panoramik, oklusal, lateral, foto toraks untuk kepentingan stadium agar dapat mengetahui ada tidaknya metastasis pada paru, USG, CT Scan/MRI, PET Scan (Fluoro Deoxy Glucose PET).
b.        Pemeriksaan endoskopi.
c.         Pemeriksaan laboratorium.
d.        Pemeriksaan patologi.

Pilihan terapi untuk kanker bibir bawah adalah dengan operasi, kemoterapi dan radioterapi.
Kesembuhan dari kanker rongga mulut di United States stabil pada level yang rendah untuk beberapa dekade. Di United States, dengan total kasus 31.000 kanker rongga mulut, dan lebih dari 7.500 orang meninggal dunia akibat kanker rongga mulut. Rata-rata kesembuhan untuk kanker rongga mulut di United States selama 5 tahun adalah 58.8%, rata-rata ini tidak pernah berubah selama 50 tahun.

Prognosis juga bergantung pada modalitas terapi yang digunakan. Untuk lesi kecil (T1 dan T2), tindakan pembedahan dan radioterapi memberikan angka kesembuhan yang kurang lebih sama, kecuali pada T2, radioterapi memberikan angka kekambuhan lokal yang lebih tinggi. Untuk T3 dan T4 kombinasi modalitas bedah, radioterapi dan kemoterapi memberikan hasil yang cukup baik. Kanker rongga mulut terutama karsinoma sel skuamosa, memberikan respon yang cukup baik terhadap pemberian kemoterapi.

 Kesimpulan

Kanker rongga mulut pada tahap awal sukar untuk dideteksi secara klinis, karena seringkali tidak menimbulkan gejala pada pasien atau perubahan- perubahan yang menyertainya mungkin tidak begitu jelas, hanya menghasilkan perubahan yang sedikit dalam hal fungsi, warna, tekstur, kontinuitas atau konsistensi dari jaringan yang dikenai. Akibatnya seringkali pasien datang dengan lesi kanker yang sudah dalam keadaan tahap lanjut. Untuk itu diperlukan suatu tindakan untuk mendeteksi lesi-lesi prakanker dan kanker rongga mulut pada tahap dini. Lesi-lesi kanker pada tahap dini tidak dapat diidentifikasi secara adekuat hanya dengan pemeriksaan visual saja. Pengetahuan mengenai gambaran klinis yang baik belumlah dapat menegakkan diagnosa yang tepat dari lesi kanker pada tahap awal, sebab belum ada indikator klinis yang pasti untuk menentukan jinak atau ganasnya suatu lesi. Tetapi walaupun begitu, kita harus mengetahui gejala dan gambaran klinis lesi kanker rongga mulut pada tahap awal, agar nantinya dapat merencanakan tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. 

Berikut ini merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai terhadap kemungkinan adanya kanker mulut yang baru mulai terjadi atau dalam tahap lanjut (Bolden, 1982):
1. Bercak putih, bersisik, persisten.
2. Bintik pigmen yang tiba- tiba ukurannya membesar.
3. Ulser yang tidak sembuh-sembuh.
4. Gusi bengkak dan berdarah yang tidak dihubungkan dengan obat-obatan.
5. Asimetri wajah yang progresif.
6. Gigi yang tanggal secara tiba-tiba, tanpa adanya riwayat trauma pada rahang.
7. Parastesi, anestesi dan mati rasa di rongga mulut.
8. Trismus dan sakit sewaktu menggerakkan rahang.
9. Adanya gumpalan pada leher, wajah atau jaringan mulut.
10. Luka pencabutan yang tidak sembuh-sembuh.
11. Perubahan

Bila terdapat salah satu atau beberapa tanda-tanda tersebut, harus segera dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi secara dini lesi kanker pada tahap awal, yang hasilnya dapat mendukung gambaran klinis yang ada didalam rongga mulut. Biasanya dilakukan pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan dan ketepatan diagnosis histopatologis tergantung pada kerjasama antara klinikus dan ahli patologi, terutama dalam hal ketepatan mengumpulkan dan memproses bahan pemeriksaan serta mengidentifikasikan gel-gel.

No comments:

Post a Comment