Gagal jantung
adalah kumpulan gejala
yang kompleks dimana seorang
pasien harus memiliki tampilan
berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat
melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau
edema pergelangan kaki);
adanya bukti objektif
dari gangguan struktur atau
fungsi jantung saat istrahat.
TEKNIK
DIAGNOSTIK
-
Elektrokardiogram
Pemeriksaan
elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung.Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat
kecil (< 10%).
-
Foto Toraks
Merupakan komponen
penting dalam diagnosis gagal
jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi
pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan
atau memperberat sesak nafas.
Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
-
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis.
-
Peptida Natriuretik
Konsentrasi peptida
natriuretik yang normal sebelum pasien diobati
mempunyai nilai prediktif negatif
yang tinggi dan
membuat kemungkinan gagal
jantung sebagai penyebab gejala-
gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik
yang tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.
-
Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada
penderita gagal jantung
jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma
koroner akut.
-
Ekokardiografi
Konfirmasi diagnosis
gagal jantung dan/atau
disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah
keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan
dugaan gagal jantung.
TATALAKSANA
NON-FARMAKOLOGI
-
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat
menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan
literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun
non-farmakologi
-
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau
berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg
dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter.
-
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 -
2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang
disertai hiponatremia.
-
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan
pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk
mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas
hidup.
-
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau
subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac
cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6
bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa
disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi
pasien harus dihitung dengan hati-hati.
-
Latihan fisik
Latihan
fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
TATA LAKSANA
FARMAKOLOGI
Tujuan tata laksana gagal jantung
-
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus diberikan
pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤
40 %. ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Kontraindikasi pemberian ACEI : riwayat angioedema, stenosis renal bilateral,
kadar kalium serum > 5,0 mmol/l, serum kreatinin > 2,5 mg/dl, stenosis
aorta berat.
-
Penyekat β
Penyekat β harus
diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 %. Kontraindikasi pemberian penyekat β : asma, blok av (atrioventrikular) derajat 2 dan 3,
sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia
(nadi < 50 x/menit)
-
Antagonis Aldosteron
Penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung
simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron :
konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/l, serum kreatinin> 2,5 mg/dl,
bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau
suplemen kalium, kombinasi ACEI dan ARB.
-
Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
ARB direkomendasikan
pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap
simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Kontraindikasi pemberian ARB : sama
seperti ACEI, kecuali angioedema, pasien yang diterapi ACEI dan antagonis
aldosteron bersamaan, monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama ACEI.
-
Hydralazine Dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40
%, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB. Kontraindikasi pemberian
kombinasi H-ISDN : hipotensi
simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal berat.
Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan
ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari. Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik
sampai dosis target (hydralazine 50 mg
dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari).
-
Digoksin
Pada pasien gagal
jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk memperlambat
laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal
jantung simtomatik, fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala,
Kontraindikasi : blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hati-hati
jika pasien diduga sindroma sinus sakit, sindroma pre-eksitasi, riwayat
intoleransi digoksin. Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi
ginjal normal. Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis
diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari. Periksa kadar digoksin dalam
plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2
ng/mL. Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,
diltiazem, verapamil, kuinidin).
-
Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti.Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah
mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari
dehidrasi atau reistensi.
GAGAL JANTUNG DAN KOMORBIDITAS
-
Angina
Penyekat β merupakan
pilihan utama dalam tatalaksana penyakit penyerta ini.Revaskularisasi dapat
menjadi pendekatan alternatif untuk pengobatan kondisi ini.
-
Hipertensi
Terapi antihipertensi
secara jelas menurunkan angka kejadian gagal jantung ( kecuali penghambat
adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif disbanding antihipertensi lain dalam
pencegahan gagal jantung ). Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan inotropic
negative (verapamil dan diltiazem) seharusnya tidak digunakan utnuk mengobatai
hipertensi pada pasien gagal jantung sistolik (tetapi masih dapat digunakan
pada gagal jantung diastolik).Bila tekanan darah belum terkontrol dengan
pemberian ACE/ ARB, penyekat β, MRA dan diuretic, maka hidralazin dan
amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal jantung akut,
direkomndasikan pemberian nitart untuk menurunkan tekanan darah.
-
Diabetes
Diabetes merupakan penyakit penyerta yang sangat sering terjadi
pada gagal jantung, dan berhubungan dengan perburukan prognosis dan status
fungsional.Diabetes dapat dicegahkandengan pemberian ACE/ ARB. Penyekat β bukan
merupakan kontraindikasi pada diabetes dan memiliki efek yang sama dalam
memperbaiki prognosis pada pasien diabetes maupun non diabetes. Golongan
Tiazolidindion (glitazon) menyebabkan retensi garam dan cairan serta
meningkatkan perburukan gagal jantung dan hospitlisasi, sehingga pemberiannya
harus dihindarkan. Metformin tidak direkomendasikan bagi pasien dengan gangguan
ginjal atau hati yang berat, karena risiko asidosis laktat, tetapi sampai saat
ini merupakan terapi yang paling sering digunakan dan aman bagi pasien gagal
jantung lain. Obat anti diabetik yang baru belum diketahui keamanannya bagi
pasien gagal jantung.
-
Disfungsi
ginjal dan sindrom kardiorenal
Laju fitrasi glomerulus
akan menurun pada sebagian besar pasien gagal jantung, terutama pada stadium
gagal jantung yang lanjut (advanced
). Penghambat renin-angiotensin-aldosteron (ACE/ ARB, MRA) biasanya akan
menyebabkan penurunan ringan laju
filtrasi glomerulus, namun hal ini jangan dijadikan penyebab penghentian terapi
obat-obat tersebut, kecuali terjadi penurunan yang sangat signifikan. Sedangkan
obat-obatn yag dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal antara lain NSAID,
beberapa antibiotic (gentamicin, trimethoprim), digoxin,tiazid.
No comments:
Post a Comment