Thursday, 9 May 2019

GAGAL JANTUNG


Gagal  jantung  adalah  kumpulan  gejala  yang kompleks  dimana  seorang  pasien  harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti  paru  atau  edema  pergelangan  kaki);  adanya  bukti  objektif  dari  gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.



TEKNIK DIAGNOSTIK


-          Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung.Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
-          Foto Toraks
Merupakan  komponen  penting  dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau  memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
-          Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis.
-          Peptida Natriuretik
Konsentrasi peptida natriuretik yang  normal  sebelum pasien  diobati  mempunyai  nilai prediktif  negatif  yang  tinggi  dan  membuat  kemungkinan  gagal  jantung  sebagai penyebab gejala- gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.
-          Troponin I atau T
Pemeriksaan  troponin dilakukan  pada  penderita  gagal  jantung  jika  gambaran klinisnya  disertai dugaan  sindroma  koroner  akut.
-          Ekokardiografi
Konfirmasi  diagnosis  gagal  jantung  dan/atau  disfungsi  jantung dengan  pemeriksaan ekokardiografi  adalah  keharusan  dan  dilakukan  secepatnya  pada pasien dengan dugaan  gagal  jantung.

TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
-          Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi
-          Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter.
-          Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
-          Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
-          Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati.
-          Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.

TATA LAKSANA FARMAKOLOGI
Tujuan tata laksana gagal jantung
-          Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal. Kontraindikasi pemberian ACEI : riwayat angioedema, stenosis renal bilateral, kadar kalium serum > 5,0 mmol/l, serum kreatinin > 2,5 mg/dl, stenosis aorta berat.


-        Penyekat β
Penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Kontraindikasi pemberian penyekat β : asma, blok av (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

-          Antagonis Aldosteron
Penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron : konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/l, serum kreatinin> 2,5 mg/dl, bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau  suplemen kalium, kombinasi ACEI dan ARB.
-          Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal,          kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran  ACEI. Kontraindikasi pemberian ARB : sama seperti ACEI, kecuali angioedema, pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan, monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial  ketika ARB digunakan bersama ACEI.

-          Hydralazine Dan Isosorbide Dinitrate  (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB. Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN  : hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal berat.  Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan  ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari. Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai  dosis target (hydralazine 50 mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari).
-          Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal  jantung  simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, Kontraindikasi : blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hati-hati jika pasien diduga sindroma sinus sakit, sindroma pre-eksitasi, riwayat intoleransi digoksin. Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari. Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL. Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron, diltiazem, verapamil, kuinidin).
-          Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti.Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
GAGAL JANTUNG DAN KOMORBIDITAS
-          Angina
Penyekat β merupakan pilihan utama dalam tatalaksana penyakit penyerta ini.Revaskularisasi dapat menjadi pendekatan alternatif untuk pengobatan kondisi ini.
-          Hipertensi
Terapi antihipertensi secara jelas menurunkan angka kejadian gagal jantung ( kecuali penghambat adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif disbanding antihipertensi lain dalam pencegahan gagal jantung ). Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan inotropic negative (verapamil dan diltiazem) seharusnya tidak digunakan utnuk mengobatai hipertensi pada pasien gagal jantung sistolik (tetapi masih dapat digunakan pada gagal jantung diastolik).Bila tekanan darah belum terkontrol dengan pemberian ACE/ ARB, penyekat β, MRA dan diuretic, maka hidralazin dan amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal jantung akut, direkomndasikan pemberian nitart untuk menurunkan tekanan darah.
-          Diabetes
Diabetes merupakan penyakit penyerta yang sangat sering terjadi pada gagal jantung, dan berhubungan dengan perburukan prognosis dan status fungsional.Diabetes dapat dicegahkandengan pemberian ACE/ ARB. Penyekat β bukan merupakan kontraindikasi pada diabetes dan memiliki efek yang sama dalam memperbaiki prognosis pada pasien diabetes maupun non diabetes. Golongan Tiazolidindion (glitazon) menyebabkan retensi garam dan cairan serta meningkatkan perburukan gagal jantung dan hospitlisasi, sehingga pemberiannya harus dihindarkan. Metformin tidak direkomendasikan bagi pasien dengan gangguan ginjal atau hati yang berat, karena risiko asidosis laktat, tetapi sampai saat ini merupakan terapi yang paling sering digunakan dan aman bagi pasien gagal jantung lain. Obat anti diabetik yang baru belum diketahui keamanannya bagi pasien gagal jantung.
-          Disfungsi ginjal dan sindrom kardiorenal
Laju fitrasi glomerulus akan menurun pada sebagian besar pasien gagal jantung, terutama pada stadium gagal jantung yang lanjut (advanced ). Penghambat renin-angiotensin-aldosteron (ACE/ ARB, MRA) biasanya akan menyebabkan penurunan ringan  laju filtrasi glomerulus, namun hal ini jangan dijadikan penyebab penghentian terapi obat-obat tersebut, kecuali terjadi penurunan yang sangat signifikan. Sedangkan obat-obatn yag dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal antara lain NSAID, beberapa antibiotic (gentamicin, trimethoprim), digoxin,tiazid.

No comments:

Post a Comment